Sejumlah perusahaan rintisan atau start-up yang cukup dikenal di Indonesia melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan. Beberapa di antaranya adalah LinkAja hingga Zenius. Adapun fenomena PHK massal ini disebut disebabkan karena Indonesia masih terguncang kondisi makro-ekonomi selama masa pandemi Covid-19. Berdasarkan fenomena itu, apakah kondisi ini termasuk fenomena Bubble Burst?
Penjelasan pengamat ekonomi Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, fenomena PHK massal yang terjadi di sejumlah startup di Indonesia dalam waktu berdekatan ini bisa dibilang sebagai bubble burst. "Ini masuknya banyak, para startup ini menggelembung besar kemudian pecah dan hilang.
Kondisi startup di Indonesia sebelum pandemi dan saat pandemi cukup kontras. Sebelum pandemi, para perusahaan ini membesar atau secara instan merekrut banyak karyawan untuk membangun perusahaan. "Hilangnya start-up ini atau dipangkasnya jumlah karyawannya ini seperti kunang-kunang, datang sebentar, besok bisa hilang.
Hal ini berbeda dengan perusahaan mobil yang cukup "settle" di sektor ekonomi global.Sebab, perusahaan mobil ini tidak mungkin hancur begitu saja, karena dirintisnya secara perlahan-lahan, tidak instan, dan server keuangannya baik.
Dikutip dari Investopedia, gelembung atau "bubble" adalah siklus ekonomi yang ditandai dengan eskalasi cepat nilai pasar, terutama pada harga aset. Inflasi yang cepat ini diikuti oleh penurunan nilai yang cepat, atau konstraksi, yang terkadang disebut sebagai "kecelakaan atau crash" atau "ledakan gelembung atau bubble burst". Biasanya, gelembung diciptakan oleh lonjakan harga aset yang didorong oleh perilaku pasar yang bersemangat. Selama gelembung, aset biasanya diperdagangkan pada harga atau dalam kisaran harga yang sangat melebihi nilai intrinsik aset (harga tidak selaras dengan dasar aset).
Penyebab gelembung diperdebatkan oleh para ekonom. Beberapa ekonom bahkan tidak setuju bahwa gelembung terjadi sama sekali (atas dasar bahwa harga aset sering menyimpang dari nilai intrinsiknya). Namun, gelembung biasanya hanya diidentifikasi dan dipelajari dalam retrospeksi, setelah penurunan harga besar-besaran terjadi.
Dampak Bubble Burst Gelembung ekonomi terjadi setiap kali harga barang naik jauh di atas nilai riil barang tersebut. Gelembung biasanya dikaitkan dengan perubahan perilaku investor, meskipun apa yang menyebabkan perubahan perilaku ini masih diperdebatkan.
Gelembung di pasar ekuitas dan ekonomi menyebabkan sumber daya ditransfer ke area dengan pertumbuhan cepat. Di akhir gelembung, sumber daya dipindahkan lagi ini menyebabkan harga turun.
Perusahaan yang terdampak atau melakukan PHK massal merupakan salah satu ciri dari fenomena Bubble Burst. Salah satu startup yang bergerak di bidang pariwisata cukup terpuruk saat pandemi, karena pemerintah melakukan pembatasan perjalanan baik domestik maupun mancanegara, Startup bidang pariwisata ini akan kembali bangkit saat pemerintah melonggarkan aturan.