Investigasi di dalam tubuh manusia sering kali mengharuskan memotong, membuka atau memasukan tabung panjang dengan kamera built-in kepada seorang pasien. Tetapi bagaimana jika dokter bisa mendapatkan pandangan yang lebih baik dengan cara yang lebih mudah dan tidak memakan waktu?
Ilmuwan laboratorium ilmu komputer dan kecerdasan buatan MIT (Massachussets Institute of Technology), dilaporkan tengah mengembangkan teknologi GPS yang akan 'ditanam' ke dalam tubuh manusia. Bertujuan membantu dunia kesehatan.
Dilansir CNET pada Senin (11/3/2019), pengembangan GPS yang dikepalai oleh profesor Dina Katabi ini sudah nyaris rampung. Adapun chip GPS tersebut diberi nama "ReMix". Ambil contoh, saat dokter ingin mencari tumor di dalam tubuh pasien, mereka akan memanfaatkan ReMix dan melihat jalurnya untuk menemukan tumor.
Dalam uji coba ReMix, ilmuwan membawa tumor palsu dalam sebuah kontainer besar. Mereka meletakkan ReMix di kontainer tersebut dan membiarkanya mencari tumor palsu di dalam kontainer.
Nah, dalam pengaplikasiannya di tubuh manusia, ReMix mampu bekerja dua kali lipat lebih baik. Pasalnya, kulit manusia dianggap mampu memendarkan sinyal lebih kuat. Belum diungkap kapan ReMix akan digunakan di industri kesehatan. Ilmuwan pun mengakui kalau mereka harus menguji ReMix dalam beberapa rangkaian uji coba lanjutan.
Sebelumnya, Kelompok Katabi menguji ReMix pertama kali dengan menanamkan penanda kecil di jaringan hewan. Untuk melacak pergerakannya, para peneliti menggunakan perangkat nirkabel yang memantulkan sinyal radio dari pasien. Ini didasarkan pada teknologi nirkabel yang sebelumnya ditunjukkan oleh para peneliti untuk mendeteksi detak jantung, pernapasan, dan gerakan. Algoritma khusus kemudian menggunakan sinyal itu untuk menunjukkan dengan tepat lokasi marker.
Tetapi pihak ilmuwan ternyata belum sepenuhnya mendukung tren ini. Masih di Swedia, Ben Libberton, ahli mikrobiologi di MAC IV Laboratory di kota Lund, menyebut ada bahaya nyata pada implan microchip di tubuh manusia.
"Hal itu bisa menyebabkan infeksi atau reaksi ke sistem imun," ia mengingatkan. Sebagai informasi, MAC IV Laboratory adalah fasilitas radiasi sinkronton paling mutakhir di dunia.
Libberton juga khawatir akan data-data yang terdapat di cip yang tertanam. "Saat ini, data yang dikumpulkan dan dibagi oleh implan-implan tersebut masih kecil, tapi pasti akan bertambah," lanjut Libberton.
"Bila makin banyak data yang disimpan di satu tempat seperti cip, akan lebih banyak risiko yang dapat menimpa kita," tukasnya.